MENGENAL PERBUDAKAN MODERN DI DUNIA KERJA
Oleh : Luciano Adyadma Nala
Diskursus mengenai perbudakan di era modern akhir-akhir ini cukup mendapatkan atensi masyakarat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM), akhir-akhir ini cukup intensif memberikan pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan perbudakan modern. Komnas HAM mengatakan bahwa penahanan ijazah pekerja oleh perusahaan atau pihak pemberi kerja dapat dikualifikasikan sebagai perbudakan modern, karena menempatkan pekerja kedalam posisi yang terhimpit dan tidak dapat secara bebas menentukan nasib sendiri ( Hukumonline, 2022). Hal ini menunjukan bahwa sekalipun itu berdasarkan perjanjian kerja ketidakadilan serta pengekangan masih dapat terjadi baik disadari atau tidak disadari oleh pekerja. Istilah perbudakan ini juga dinilai terlalu berlebihan untuk disematkan pada pihak pemberi kerja dalam kasus ini karena perusahaan atau pihak pemberi kerja bertujuan memastikan para pekerjanya melakukan kewajibannya dengan baik. Melihat dua pandangan dari kedua sisi tersebut menjadi penting untuk dipahami apa yang dimaksud dengan perbudakan dan perbudakan modern itu sendiri.
Perbudakan dapat didefinisikan sebagai suatu status atau keadaan seseorang yang kepadanya melekat pada hak kepemilikan orang lain.[1] Hal ini ditegaskan kembali dalam Konvensi Pelengkapan tentang Penghapusan Perbudakan dan Praktik Serupa dengan Perbudakan tahun 1956, bahwa status kepemilikan yang melahirkan hak milik atas orang lain adalah unsur utama dari perbudakan. Namun perkembangan jaman juga membuat kita menyadari bahwa dalam praktiknya kini perbudakan tidak lagi didasarkan pada status kepemilikan semata.
UU Tindak Pidana Perdagangan Orang memperluas apa yang dimaksud dengan perbudakan bahwa tidak hanya berdasarkan status kepemilikan saja namun perbudakan juga meliputi perbuatan menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak untuk melakukan suatu pekerjaan yang tidak dikehendakinya. Definisi perbudakan diatas dalam konteks hubungan kerja buruh dengan majikan dikenal dengan istilah kerja paksa atau wajib kerja.[2] Perluasan arti juga dilakukan oleh PBB dan organisasi internasional lain yang mengkualifikasikan perbuatan-perbuatan perbudakan era modern dengan istilah “perbuatan menyerupai perbudakan”.
Perluasan serta perkembangan definisi tersebut juga membawa kita kepada penggunaan istilah baru yaitu “perbudakan modern”. Perbudakan modern atau Modern Slavery sebenarnya merupakan istilah yang belum disepakati secara global, sejauh penelusuran penulis hanya negara Inggris dan Australia yang telah menggunakan istilah “modern slavery” kedalam peraturan perundang-undangan negara mereka. Di tingkat internasional International Labour Organization adalah salah satu organisasi internasional yang memilih menggunakan istilah ini. Dikutip dari Anti-Slavery perbudakan modern dapat didefinisikan sebagai perbuatan eksploitasi parah terhadap orang lain untuk keuntungan pribadi.[3] Senada dengan itu Kham Pung dan Andrew Crane menambahkan bahwa perbudakan modern akan selalu beririsan dengan bentuk kejahatan eksploitasi manusia, dan dapat disimpulkan bahwa perbudakan modern adalah kejahatan dalam spektrum eksploitasi manusia (Phung & Crane, 2019).
Lebih lanjut, peneliti dari Nottingham University Kate Garbers mencoba mengurai penyebab terjadinya praktik perbudakan modern dengan lebih spesifik dalam dunia kerja dengan bentuk rumus sebagai berikut (Garbers, 2022):
( keadaan kemiskinan + terbatasnya pilihan pekerjaan yang ideal) + ( hasrat untuk mendapatkan keuntungan ekonomi + prospek untuk mendulang keuntungan ekonomi + kontrol) = perbudakan modern dan praktik eksploitasi
Berdasarkan beberapa definisi diatas terdapat kesamaan bahwa perbudakan modern adalah segala bentuk kejahatan yang terjadi dalam spektrum eksploitasi manusia yang didasari oleh motif mencari keuntungan pribadi. Selain motif mencari keuntungan, Kate Garbers juga menekankan melalui beberapa kasus nyata di dunia indsutri bahwa pelaku mampu melakukan kontrol pada korbannya, kemampuan pelaku untuk mengontrol korban sehingga korban tidak mampu menentukan nasib sendiri lahir dari adanya relasi kuasa antara pelaku dengan korban atau antara buruh dengan majikan. Praktik-praktik pembatasan seperti ijazah pekerja sebagai jaminan bagi pihak pemberi kerja sudah tentu merupakan bentuk perbudakan modern, karena didalamnya terdapat relasi kuasa, serta pengekangan kebebasan pekerja dalam menentukan kehendaknya, potensi penyalahgunaan kekuasaan akibat adanya relasi kuasa sangat nyata terlihat.
REFERENSI
Peraturan Perundang-undangan
Konvensi Liga Bangsa-Bangsa tahun 1926 tentang Perbudakan
Konvensi ILO nomor 29 tahun 1930 tentang Kerja Paksa
Konvensi Pelengkap tentang Penghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak, dan Praktek Serupa dengan Perbudakan tahun 1956
Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Buku
Garbers, K., 2022. Unseen Lives : The Hidden World of Modern Slavery. London: Jessica Kingsley Publishers.
Phung, K. & Crane, A., 2019. The Business of Modern Slavery : Management and Organizational Perspectives. In: The Sage Handbook of Human Trafficking and Modern Day Slavery. London: SAGE Publications.
Website
https://www.antislavery.org/slavery-today/modern-slavery/
https://www.globalslaveryindex.org/2018/data/maps/#prevalence
[1] Konvensi Liga Bangsa-Bangsa tentang Perbudakan
[2] Pasal 2 Konvensi ILO nomor 29 tahun 1930 tentang Kerja Paksa
[3] What Is Modern Slavery, https://www.antislavery.org/slavery-today/modern-slavery/